Langsung ke konten utama

Kebutuhan dan Harapan



Mari kita telaah fenomena pergerakan spesies Homo sapiens ini dengan kacamata satire yang penuh gelak tawa.

Begini ceritanya:

Konon katanya, manusia itu makhluk paling mulia, puncak rantai makanan, master of the universe. Tapi coba kita lihat lebih dekat. Sebenarnya, kita ini seperti robot-robot canggih yang diprogram oleh dua kekuatan super absurd: Kebutuhan yang Merengek dan Harapan yang Suka Bohong.

Si Kebutuhan yang Merengek ini kerjanya cuma satu: nagih! Lapar sedikit, langsung teriak, "Makan! Mana rendang?! Mana martabak?!" Haus setetes, langsung drama, "Air! Dehidrasi bisa berakibat fatal! Ingat film-film survival?!" Dingin mulai menyapa, langsung bergaya fashionista dadakan, "Jaket bulu angsa! Sekarang juga! Ini darurat mode!" Pokoknya, hidup kita ini isinya cuma menuruti rengekan-rengekan kecil yang kalau ditotal, bikin pusing tujuh keliling.

Lalu, ada si Harapan yang Suka Bohong. Makhluk halus ini kerjanya membisikkan ilusi-ilusi indah di telinga kita. "Kerja keras sedikit lagi, nanti juga kaya raya bisa liburan ke bulan!" padahal kenyataannya, boro-boro ke bulan, akhir bulan saja sudah seperti melihat hantu. "Nikahi dia, pasti hidupmu bahagia selamanya!" padahal setelah menikah, baru ketahuan kalau hobinya koleksi bon tagihan online shopping. Tapi anehnya, kita ini tetap saja termakan rayuannya. Kita mengejar bayangan kebahagiaan yang entah kapan datangnya, seperti keledai yang terus mengejar wortel di depannya.

Jadi, begitulah drama kehidupan manusia. Bergerak ke sana kemari, dari pagi buta sampai larut malam, bukan karena panggilan jiwa yang agung, tapi karena perut yang keroncongan dan mimpi-mimpi palsu yang terus dipompa oleh harapan. Kita ini seperti hamster di roda kehidupan, terus berlari tanpa benar-benar tahu ke mana.

Lucunya lagi, kita seringkali sok-sokan bilang, "Saya melakukan ini karena passion!" Padahal, kalau ditelisik lebih dalam, 99% alasannya pasti antara dikejar tagihan cicilan atau membayangkan selfie keren di depan Menara Eiffel (yang mungkin baru akan terwujud di kehidupan selanjutnya).

Jadi, mari kita tertawa bersama melihat tingkah polah diri sendiri. Kita ini memang absurd, digerakkan oleh kebutuhan yang remeh temeh dan harapan yang seringkali menipu. Tapi, hei, setidaknya kita tidak membosankan, bukan? Dan mungkin, di tengah rengekan kebutuhan dan kebohongan harapan itu, sesekali kita menemukan secercah kebahagiaan yang beneran. Mungkin saja. Siapa tahu? Jangan terlalu berharap! 😉


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAHIT MANIS MEMBERI SARAN

  PAHIT MANIS MEMBERI SARAN Memberi saran bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, niat baik ingin membantu dan berbagi pengalaman mendorong kita untuk menawarkan solusi. Di sisi lain, konsekuensi yang tak terduga sering kali mengiringi, meninggalkan rasa pahit dan getir. Salah satu konsekuensi terberat adalah beban tanggung jawab. Ketika saran kita diadopsi, dan hasilnya tidak memuaskan, bayang-bayang kekecewaan dan kegagalan menghantui. Kita dihadapkan pada pertanyaan, "Apakah ini semua salahku?". Rasa bersalah dan penyesalan pun tak terelakkan. Lebih lanjut, memberi saran kerap dicap sebagai tindakan sok tahu. Kita dianggap seolah memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang lebih tinggi, seolah kehidupan orang lain perlu diarahkan. Hal ini dapat menimbulkan rasa tersinggung dan memicu perselisihan. Tak jarang, niat baik kita disalahartikan sebagai kritik. Saran yang tulus ditafsirkan sebagai serangan terhadap kemampuan dan pilihan orang lain. Hal ini dapat merusak...

SELINGKUH : SELingan INdah yanG membuat Keluarga tidak utUH

  Bab 1: “Cinta yang Terluka”   Maya: Sang Istri yang Terluka Di sebuah kota kecil yang damai, tinggallah seorang wanita bernama Maya. Matanya yang cokelat hangat menyimpan kisah panjang tentang perjuangan dan pengorbanan. Maya menikah dengan Dharma, pria yang dicintainya sepenuh hati. Mereka membangun rumah tangga sederhana namun penuh kasih sayang. Maya adalah seorang istri yang setia dan penyayang. Dia selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Dharma dan keluarga. Dia bekerja keras membantu suaminya, mengurus rumah tangga, dan membesarkan anak-anak mereka dengan penuh kasih. Dharma, di sisi lain, adalah seorang pria yang tampan dan karismatik. Namun, di balik pesonanya, dia menyimpan rahasia kelam. Dharma diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita lain. Maya mulai merasakan ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Dharma sering pulang larut malam, menyembunyikan ponselnya, dan menjadi lebih dingin dan acuh tak acuh terhadapnya. Maya mencoba u...

TETAPLAH MENJADI ORANG YANG TIDAK PENTING

  TETAPLAH MENJADI ORANG YANG TIDAK PENTING Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh ambisi dan kesibukan, terkadang kita lupa bahwa kebahagiaan sejati bisa ditemukan dalam kesederhanaan. Menjadi orang yang "tidak penting" bukan berarti merendahkan diri, melainkan tentang memilih fokus yang tepat dalam hidup. Menjauh dari Tekanan Sosial Masyarakat sering kali mendefinisikan nilai seseorang berdasarkan pencapaian, kekayaan, atau status sosial. Hal ini menciptakan tekanan yang mendorong kita untuk terus bersaing dan mencari pengakuan. Menjadi "tidak penting" berarti membebaskan diri dari ekspektasi tersebut dan fokus pada apa yang benar-benar penting bagi kita. Menemukan Kebahagiaan dalam Hal-Hal Kecil Ketika kita tidak terikat pada pencapaian eksternal, kita mulai menghargai momen-momen kecil dalam hidup. Keindahan alam, kebersamaan dengan orang terkasih, atau secangkir teh hangat di pagi hari dapat membawa kebahagiaan yang jauh lebih mendalam daripada pencap...