Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Kebutuhan dan Harapan

Mari kita telaah fenomena pergerakan spesies Homo sapiens ini dengan kacamata satire yang penuh gelak tawa. Begini ceritanya: Konon katanya, manusia itu makhluk paling mulia, puncak rantai makanan, master of the universe. Tapi coba kita lihat lebih dekat. Sebenarnya, kita ini seperti robot-robot canggih yang diprogram oleh dua kekuatan super absurd: Kebutuhan yang Merengek dan Harapan yang Suka Bohong. Si Kebutuhan yang Merengek ini kerjanya cuma satu: nagih! Lapar sedikit, langsung teriak, "Makan! Mana rendang?! Mana martabak?!" Haus setetes, langsung drama, "Air! Dehidrasi bisa berakibat fatal! Ingat film-film survival?!" Dingin mulai menyapa, langsung bergaya fashionista dadakan, "Jaket bulu angsa! Sekarang juga! Ini darurat mode!" Pokoknya, hidup kita ini isinya cuma menuruti rengekan-rengekan kecil yang kalau ditotal, bikin pusing tujuh keliling. Lalu, ada si Harapan yang Suka Bohong. Makhluk halus ini kerjanya membisikkan ilusi-ilusi indah di telinga...

Kebodohan adalah penyakit menular, pendidikan adalah vaksinnya. Sayangnya....

Kebodohan konon adalah penyakit yang sangat mudah menular. Menular lewat tatapan kosong di angkutan umum, postingan media sosial penuh kesesatan logika, hingga obrolan warung kopi yang lebih seru membahas teori konspirasi alien daripada solusi banjir tahunan.  Tahunan sudah kita saksikan parade ketidaktahuan ini, seolah menjadi festival budaya yang dirayakan dengan penuh semangat tanpa pertanyaan. Pertanyaan kritis dianggap angin lalu, atau lebih buruk lagi, dianggap sebagai serangan pribadi bagi mereka yang sudah nyaman berendam dalam kolam kedangkalan pikiran. Pikiran yang seharusnya diasah malah dibiarkan tumpul, lebih memilih digosok oleh informasi instan sepraktis mie gelas daripada mengunyah data dan fakta yang butuh energi. Energi bangsa terkuras bukan untuk inovasi, tapi untuk klarifikasi hoaks terbaru atau meributkan perbedaan sepele yang dibesar-besarkan oleh buzzer bayaran murah.  Murah memang harga sebuah provokasi di negeri ini, jauh lebih terjangkau dibandingkan ...

Senja Yang Merobek Hati di Tanjung Losa

Debur ombak Tanjung Losa hari ini terasa lebih lirih, seperti bisikan duka yang tak ingin mengganggu sunyi. Namun, justru kelembutannya inilah yang terasa lebih menusuk, merobek perlahan lapisan pertahanan di hatiku. Pasir putih di bawah telapak kakiku terasa begitu halus, mengingatkanku pada sentuhan lembutnya yang kini hanya tinggal kenangan yang menyakitkan. Dinginnya merayapi kulitku, serupa dengan dingin yang kini menetap di ruang hatiku yang ditinggalkan. Aku duduk di atas batu karang yang dulu sering menjadi tempat berbagi cerita dan impian. Laut yang terbentang di hadapanku tampak tenang, namun di kedalamannya, aku merasakan gejolak yang sama dengan badai yang berkecamuk di dalam diriku. Birunya laut, yang dulu selalu kuartikan sebagai keteduhan cintanya, kini hanyalah cermin buram dari kehampaan yang kurasakan. Setiap ombak yang memecah di pantai seolah membawa serpihan-serpihan kenangan bersamamu, menghantamku dengan lembut namun pasti. "Jadi, begini rasanya," bisik...